Recent comments

  • Breaking News

    Fakta Lain di Balik Audensi, Setoran Keamanan di Tambang Emas Boyan Tanjung Pernah Terjadi

    Warga yang berada di halaman gedung DPRD Kabupaten Kapuas Hulu, dalam aksi audensi, Senin (15/05/2023). 
    KAPUAS HULU, Uncak.com - Fakta lainnya yang diungkapkan dalam aksi audiensi yang dilakukan oleh para pekerja tambang emas di kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Kapuas Hulu, pada Senin (15/05/2023), yaitu terkait dengan adanya setoran yang diberikan oleh para pekerja tambang emas kepada oknum tertentu, dengan dalih untuk jaminan keamanan bagi para pekerja tambang itu sendiri.

    Di luar ruang audensi pada saat audensi masih berlangsung, salah seorang warga yang mengaku dirinya pekerja tambang emas di wilayah Kecamatan Boyan Tanjung, yang enggan disebutkan namanya, mengatakan, setoran untuk dalih keamanan tersebut terjadi di wilayah pertambangan emas di Kecamatan Boyan Tanjung pada tahun 2020 hingga 2021 lalu.

    "Sejak tahun 2022 lalu sampai saat ini setoran yang mengatasnamakan untuk keamanan tersebut sudah tidak ada lagi, sebab para pekerja sudah tidak percaya lagi karena merasa bahwa uang setoran yang diberikan setiap bulan untuk keamanan tersebut tidak menjamin keamanan kami dalam bekerja," katanya.

    Dirinya menceritakan tentang awal mula adanya setoran yang mengatasnamakan keamanan tersebut, dimana kata dia, bermula dari adanya penangkapan mesin pada tahun 2019 lalu di Desa Teluk Geruguk atau yang lebih dikenal dengan sebutan Penemur, Kecamatan Boyan Tanjung.

    "Berawal dari penangkapan mesin itu lah sehingga dibentuk yang namanya sistem setoran untuk keamanan kepada penambang, dimana kami setor per bulannya dalam satu unit mesin sebesar Rp300 ribu, dan untuk Desa Nanga Boyan itu lebih dari 100 unit mesin, belum lagi mesin-mesin yang ada di Desa Penemur, yang juga memberikan setoran untuk keamanan," paparnya.

    Dijelaskannya lebih lanjut, nominal setoran sebesar Ro300 ribu per bulan, per satu unit mesin untuk keamanan tersebut, sudah ditentukan oleh pihak panitia dalam kegiatan tambang emas di wilayah Desa masing-masing, khususnya di Kecamatan Boyan Tanjung.

    "Terdapat sejumlah Desa di Kecamatan Boyan Tanjung hingga Kecamatan Bunut Hilir yang ditarik setoran untuk keamanan, diantaranya Desa Nanga Boyan, Teluk Geruguk, Entibab, Landau Mentail, Delintas Karya dan beberapa Desa lainnya, yang ada aktivitas tambang emas," jelasnya.

    Ditambahkannya, untuk setoran keamanan tersebut, ada pihak yang mengkoordinir, yaitu pihak Desa (Perangkat Desa), namun ia tidak mengetahui ke mana uang tersebut disetorkan.

    "Katanya uang setoran untuk keamanan, tapi kami selaku pekerja masih saja merasa tidak aman karena masih saja dihantui rasa takut dan merasa dikejar-kejar, apalagi ketika mendengar informasi akan ada razia, maka kami pun langsung pulang meskipun belum mendapatkan hasil," ulasnya.

    Dirinya berharap kepada Pemerintah melalui instansi terkait, agar aktivitas tambang emas tetap berjalan seperti biasa sembari menunggu proses Izin Pertambangan Rakyat (IPR ) terbit, supaya kebutuhan hidup sehari-hari masyarakat dapat terpenuhi.

    "Intinya kami berharap kepada Pemerintah Daerah, agar bisa mencarikan solusi untuk kami, yang menggantungkan hidup dari bekerja tambang emas ini," harapnya.

    Sementara penambang emas lainnya, yang juga merupakan warga Kecamatan Boyan Tanjung, yang enggan disebutkan namanya, mengatakan hal senada. Dikatakannya, penambang di Desanya juga mengalami hal yang sama dengan Desa-desa lainnya, dimana juga turut memberikan setoran untuk keamanan.

    Namun, kata dia, sudah kurang lebih satu tahun, para pekerja tidak lagi dimintai setoran keamanan sebab masyarakat juga sudah bosan karena sudah tidak mampu lagi memberi setoran, dimana penghasilan pun tidak menentu.

    "Bagaimana kita mau bayar setoran, apalagi kalau sudah musim kemarau, tapi mereka (pihak keamanan) tidak mau tahu apakah kita ini dapat atau tidak, mereka tahunya kita tetap setor. Bahkan warga sampai ribut gara-gara uang setoran ini, karena ada warga yang tidak mau memberikan setoran, sementara yang datang menagih tidak mau tahu alasannya," bebernya.

    Terpisah, Pengamat Hukum Kalimantan Barat, Herman Hofi Munawar, memaparkan terkait adanya setoran yang terjadi pada aktivitas pertambangan ilegal, yang diperuntukkan kepada pihak keamanan (oknum).

    Menurutnya, pihak keamanan diyakininya merasa serba salah karena tugas pihak keamanan yaitu melakukan penertiban dan penindakan terhadap pelaku (pekerja) tambang ilegal itu sendiri. Namun, di sisi lain, pihak keamanan juga tahu bahwa pertambangan ilegal tersebut juga merupakan pekerjaan pokok masyarakat dalam mencukupi kebutuhan hidup mereka.

    "Pihak keamanan bisa saja melakukan penertiban secara keras, namun persoalan yang ada seakan pemerintah kita tidak bisa mencarikan solusi kepada masyarakat untuk beralih ke pekerjaan lain dengan hasil yang cukup memadai, sehingga kalau pun ada pihak keamanan yang melakukan penarikan setoran, tentunya itu adalah oknum. Nah, oknum-oknum seperti ini lah yang harus ditertibkan," katanya, kepada seorang Wartawan, via Handphone, Senin (15/05/2023) sore.

    Herman Hofi menegaskan, apabila memang ada oknum yang menerima setoran dari pekerjaan tambang ilegal, tentunya harus ditertibkan karena memang tidak bisa dibenarkan, sebab mereka sudah memiliki gaji.

    "Terkait masyarakat yang melakukan pekerjaan tambang ilegal ini, saya rasa karena mungkin benar-benar tidak memiliki pekerjaan lain," tutupnya.

    Sebagaimana diketahui, sejumlah masyarakat di beberapa Kecamatan di Kabupaten Kapuas Hulu, yang mengatasnamakan dirinya Forum Penambang Rakyat Kabupaten Kapuas Hulu, menggelar audensi ke kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Kapuas Hulu, Senin (15/05/2023).

    Dalam audensi tersebut, ada empat poin (materi) tuntutan yang disampaikan, yaitu masyarakat meminta agar secepatnya bekerja kembali, proses Izin Pertambangan Rakyat (IPR) segera diterbitkan, diberi kelonggaran dalam mendapatkan Bahan Bakar Minyak (BBM) dan pekerja usaha Sawmil juga dipermudah.

    Adapun audensi tersebut, dilakukan karena masyarakat (penambang emas), mengaku bahwa program 100 hari kerja Kapolda Kalbar dinilai sangat berdampak langsung bagi para pekerja tambang emas, khususnya di Kabupaten Kapuas Hulu, dimana para penambang emas tersebut juga mengaku kehilangan mata pencahariannya selama sudah lebih dari satu bulan karena tidak lagi bekerja dikarenakan dihantui rasa takut semenjak program 100 hari kerja Kapolda Kalbar tersebut disampaikan ke publik.

    Adapun audensi yang digelar di ruang sidang Paripurna DPRD Kabupaten Kapuas Hulu tersebut, berlangsung aman dan kondusif, dimana perwakilan dari Forum Penambang Rakyat Kabupaten Kapuas Hulu tersebut, cukup tertib menyampaikan tuntutannya kepada pihak-pihak terkait seperti DPRD setempat, Pemerintah Daerah dan instansi terkait lainnya.

    Sementara, sejumlah masyarakat yang berada di luar ruang audensi, juga tampak tertib menunggu hasil keputusan dalam audensi tersebut. (Noto)

    Tidak ada komentar

    Post Top Ad

    kmiklan
    kmiklan

    Post Bottom Ad

    kmiklan