Recent comments

  • Breaking News

    PT. PGM (Sinar Mas) PHK Puluhan Pekerja Tanpa Pesangon

    Aksi demo damai ke perusahaan PT. PGM, pada 29 Mei 2023 lalu.
    KAPUAS HULU, Uncak.com - PT. Persada Graha Mandiri (PGM), yang merupakan anak perusahaan dari Sinar Mas, unit KHLE Penai, Kecamatan Silat Hilir, Kabupaten Kapuas Hulu, Provinsi Kalimantan Barat, diduga melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terhadap 38 karyawannya tanpa prosedur yang jelas.

    Atas hal tersebut, para karyawan menuntut agar pihak perusahaan yang bergerak di sektor perkebunan kelapa sawit itu, membayarkan pesangon mereka.

    Adapun total pesangon yang harus dibayarkan oleh pihak perusahaan terhadap 38 pekerja yang di-PHK tersebut mencapai Rp3 miliar.

    Salah seorang korban PHK oleh PT. PGM, Beta Solata, mengatakan, dirinya bersama istrinya sudah 14 tahun bekerja di perusahaan tersebut, namun dia dan istrinya belum lama di-PHK dan hanya diberikan uang kompensasi sebesar Rp5 juta saja.

    "Kami tidak menerima pesangon walaupun sudah bekerja belasan tahun di perusahaan tersebut, namun hanya diberi Rp5 juta saja. Tentunya ini tidak sesuai," katanya saat dihubungi seorang Wartawan via Handphone, Rabu (31/05/2023).

    Beta mengaku bahwa dirinya dan istrinya bekerja di perusahaan tersebut sebagai Buruh Harian Lepas (BHL), namun dia tidak menganggap sebagai BHL lagi di perusahaan tersebut karena bekerja sudah cukup lama.

    "Kami sudah berupaya bagaimana menuntut pesangon dari perusahaan hingga ke Disnaker di Pontianak. Dari hasil pertemuan kami dengan Disnaker di Pontianak itu, perusahaan diminta untuk membayar pesangon kami sebesar Rp26 juta, tapi perusahaan menolak. Kita juga kurang tahu kenapa perusahaan menolak," terangnya.

    Dijelaskannya, masalah PHK tersebut bukan hanya terjadi pada dirinya dan istrinya saja, melainkan puluhan karyawan yang di-PHK oleh perusahaan.

    "Untuk pesangon yang harus dibayar oleh perusahaan berdasarkan hitung-hitungan pemerintah kepada pekerja yang di-PHK ini sekitar Rp3 miliar, sebab pekerja ini sudah lama bekerja dari 5 hingga belasan tahun di perusahaan tersebut," jelasnya.

    Terhadap persoalan tersebut, lanjut Beta, pihaknya juga sudah meminta bantuan kepada Serikat Buruh Sejahtera Indonesia 1992 (SBSI 92) Kalimantan Barat.

    "Kita berharap permasalahan ini cepat tuntas, jangan sampai ada masalah lagi kedepannya antara pekerja dengan perusahaan," tuturnya.

    Terpisah, Ketua Dewan Pengurus Daerah (DPD) Serikat Buruh Sejahtera Indonesia 1992 (SBSI 92) Kalimantan Barat, Lusminto Dewa, menyatakan, sebelumnya pihaknya sudah melakukan Bipartit ke-2 (Perundingan antara Serikat Pekerja dengan Pengusaha/Perusahaan), yaitu antara SBSI 1992 dengan PT. PGM unit KHLE Penai, namun hingga hari ini belum menemukan kesepakatan bersama.

    "Pihak PT. PGM belum bisa memberikan kepastian pembayaran pesangon terhadap 38 buruh yang di-PHK secara sepihak sebagaimana tuntutan yang diajukan SBSI 1992 pada Bipartit 1 pada 2 Mei 2023 lalu," ujar Dewa.

    Dikatakan Dewa, pada Bipartit ke-2 tersebut, pihak PT PGM dengan SBSI 1992, masih sarat perdebatan, khususnya mengenai status 38 karyawan sebelum di-PHK.

    "Perusahaan pada Bipartit ke-2 ini masih tetap pada pendiriannya bahwa 38 karyawan sebelum di-PHK adalah pekerja harian lepas atau pekerja yang berubah-ubah, dimana menurut pihak perusahaan, dengan masih berstatus sebagai buruh harian lepas maka buruh tidak akan mendapatkan pesangon, namun hanya mendapatkan kompensasi saja. Selain itu, perusahaan juga menyebut PHK terjadi dengan alasan efisiensi, namun pihak perusahaan tidak mampu menunjukkan dasar hukum atas efisiensi yang dimaksudkan perusahaan. Padahal, dalam pasal 43 PP 35/2021 jelas disebutkan bahwa efisiensi dilakukan atas dasar perusahaan merugi dan atau mencegah terjadinya kerugian. Namun, dibantah oleh pihak perusahaan, dengan penafsirannya sendiri, termasuk mengatakan perusahaan dapat menerima atau mempekerjakan karyawan di PT. PGM dengan lisan, ada rekamannya," papar Dewa.

    Dewa menyebut bahwa masalah status sangat penting, dimana sebagai dasar penentu, apakah 38 karyawan PHK tersebut wajib untuk mendapatkan pesangon atau tidak.

    "Bipartit 2 tersebut sarat perdebatan khususnya mengenai status 38 karyawan, pesangon dan dasar PHK. SBSI 1992 pada 3 topik pokok diskusi tersebut, menunjukkan dasar-dasarnya, mulai dari Kepmennaker No 100 /2004, Bab V pasal 5 poin 3 yang jelas menerangkan perjanjian kerja harian. PP 35/2021 dan UU No 13/2003 tentang pesangon," sebut Dewa.

    Dewa menambahkan, pihaknya mengusulkan agar menunggu jawaban untuk jangka waktu 7 hari kerja.

    “Apabila 7 hari kerja belum ada pemberitahuan ke SBSI 1992, maka kami akan meningkatkan peran yakni meminta para pihak/tokoh masyarakat menyikapi perkara ini,” tambah Dewa.

    Dijelaskan Dewa, Bipartit ke-2 yang digelar di ruang rapat perusahaan itu, dihadiri langsung oleh Ketua MPD SBSI 1992, Jesman Sianturi, dan yang mewakili Polres Kapuas Hulu yaitu Kabag Ops AKP Edhi Tarigan. Kasat Intel, Kasat Sabhara dan para Staf yang terlihat aktif merekam acara tersebut.

    "Selain itu, sejumlah pengurus SBSI 1992 Kapuas Hulu dan PK serta perwakilan 38 korban PHK, juga tampak turut hadir dalam pertemuan tersebut. Sedangkan dari pihak perusahaan, nyaris lengkap, mulai dari RC, GM, dan pihak yang berkompeten menangani PHK, yaitu Erlangga, dan moderator, Agustinus Nainggolan," ulasnya.

    Sebagaimana diketahui, SBSI 1992 Provinsi Kalimantan Barat beserta beberapa mantan pekerja perusahaan PT. PGM, melakukan demo damai ke perusahaan PT. PGM, pada 29 Mei 2023 lalu, lantaran perusahaan tersebut tidak menepati janji Bipartit ke-1 pada 2 Mei 2023 lalu.

    Sementara itu, Boni, perwakilan dari pihak perusahaan PT. PGM, membenarkan adanya aksi demonstrasi damai beberapa hari lalu, yang dilakukan oleh beberapa mantan pekerja perusahaan PT. PGM, yang beroperasi di Kecamatan Silat Hilir, Kalimantan Barat tersebut, dimana sebelumnya, rencana aksi tersebut juga sudah diketahui oleh pihaknya.

    "Sebelumnya PT. PGM sudah mengetahui akan adanya rencana aksi demo damai tersebut dan kita tentunya menghormati penyampaian aspirasi dari para pemangku kepentingan terkait, serta berharap agar rencana aksi tersebut dapat berjalan dengan kondusif," kata Boni, melalui keterangan tertulis, Kamis (01/06/2023).

    Sehubungan dengan alasan demo damai yang disampaikan kepada pihak perusahaan PT. PGM tersebut, Boni menegaskan bahwa proses pemutusan hubungan kerja yang dilakukan oleh pihak perusahaan, telah mengikuti prosedur dan sesuai dengan perundangan-undangan yang berlaku. 

    "Sebagian besar dari mantan pekerja yang terkena pemutusan hubungan kerja tersebut, telah mencapai kesepakatan dengan pihak perusahaan, dimana terdapat dua mantan pekerja yang belum mencapai titik temu dengan perusahaan," tutur Boni.

    Menurut Boni, proses mediasi telah dilakukan dan akan berlanjut ke Pengadilan Hubungan Industrial Pontianak, sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 

    "Perusahaan menghormati dan akan patuh pada proses yang berlaku," ungkapnya. (Noto)

    Tidak ada komentar

    Post Top Ad

    Post Bottom Ad

    kmiklan