Recent comments

  • Breaking News

    Biaya Masuk Alat Berat Rp10 Juta, Kades Nanga Danau Dituding Lakukan Pungli pada Aktivitas Tambang Emas

    Ilustrasi pungli.
    KAPUAS HULU, Uncak.com - Beredar kabar adanya dugaan praktik pungutan liar (pungli) terhadap aktivitas tambang emas di Wilayah Pertambangan Rakyat, yang terletak di Dusun Landau Mawang, Desa Nanga Danau, Kecamatan Boyan Tanjung, Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat, baru-baru ini.

    Dugaan praktik pungli tersebut ditudingkan kepada Kepala Desa (Kades) Nanga Danau, di mana para penambang yang akan melakukan kegiatan tambang emas, baik yang menggunakan alat berat berupa Ekscavator maupun mesin lainnya di Desa yang dipimpinnya tersebut dipungut biaya.

    Biaya tersebut sesuai tarif yang sudah ditentukan atau ditetapkan (bervariasi) dan tertulis melalui banner atau spanduk, mulai dari Rp1,5 juta untuk tarif bengkel las dan mesin berkapasitas kecil, Rp6 juta untuk mesin PS/Fuso hingga Rp10 juta untuk alat berat jenis Ekscavator (biaya masuk) belum termasuk biaya bulanan yang juga bervariasi, mulai dari Rp150 ribu, Rp300 ribu hingga Rp5 juta per bulan.

    Atas hal itu, Wartawan pun melakukan konfirmasi via pesan WhatsApp kepada Kades Nanga Danau, Gusti Syamsul Hidayat, untuk mengklarifikasi tudingan yang ditujukan kepada dirinya tersebut.

    Saat dikonfirmasi, Kades mengarahkan Wartawan untuk menghubungi Penasehat Hukumnya yaitu M. Fajrin.

    "Hubungi Pak Fajrin Penasehat Hukum," ujarnya sembari memberikan nomor kontak yang bersangkutan melalui pesan WhatsApp, Senin (8/1/2024) malam.

    Sesuai arahan dari Kades tersebut, Wartawan pun menghubungi M. Fajrin via panggilan WhatsApp sebagaimana nomor kontak yang telah diberikan oleh Kades tersebut.

    Dalam keterangannya, Fajrin menyatakan, seandainya dugaan pungli yang dituding kepada Kades tersebut menjadi laporan dari pihak LSM (oknum) maupun masyarakat, maka tentunya harus menjadi catatan bahwa siapa yang melakukan pungli tersebut, apakah kadesnya atau ada lembaga lain di desa yang melakukannya.

    "Kalau dari pihak desa yang melakukannya, tentunya harus tunduk pada peraturan atau undang-undang desa, lewat mekanisme desa dan juga harus dikonsultasikan dengan Pemerintah Kabupaten setempat terkait dengan penarikan-penarikan biaya apabila seandainya hal itu menjadi keputusan desa," terang Fajrin.

    Namun, lanjut Fajrin, yang disampaikan oleh Kades kepada dirinya bahwa Kades tidak mengeluarkan surat apa pun terkait dengan adanya tudingan dugaan pungli tersebut.

    "Pihak desa mengaku tidak ada mengeluarkan surat apa pun dari Balai Desa. Kemudian saya tanya pak Kades dari mana dasar tuduhan itu, pak Kades menyampaikan bahwa tudingan tersebut berasal dari sekelompok masyarakat yang memandang bahwa dalam mekanismenya menuntut kepada pihak desa untuk menetapkan biaya masuk kendaraan atau alat yang akan bekerja tambang di wilayah tersebut.

    "Lalu saya tanya Kades apakah hal itu masuk dalam peraturan desa, Kades menjawab bahwa tidak ada peraturan desa yang berkaitan dengan hal tersebut," jelas Fajrin.

    Disinggung terkait kebijakan siapa tarif yang sudah ditentukan tersebut, Fajrin menyatakan bahwa bukan merupakan kebijakan Kades, hanya saja ketika masyarakat sudah ribut-ribut soal hal tersebut, lalu Kades berinisiatif untuk mencari jalan keluar terhadap persoalan tersebut.

    "Jalan keluar dari Kades tersebut lah yang kemudian menjadi dugaan pungli yang ditudingkan kepada Kades. Lalu pertanyaan saya kalau pungli itu kan tentunya ada orang yang bayar," sebutnya.

    Ditanya terkait apakah memang ada kegiatan Pertambangan Tanpa Izin (PETI) di desa tersebut, Fajrin menyatakan bahwa dirinya tidak mengetahui secara pasti, karena hal tersebut bukan merupakan ranahnya.

    "Kalau soal apakah ada atau tidak aktivitas PETI di sana, tidak diceritakan oleh Kades kepada saya karena yang Kades sampaikan kepada saya hanya terkait berita yang dimuat di salah satu media online tentang tudingan dugaan pungli kepada dirinya," ungkapnya.

    Sementara itu, Camat Boyan Tanjung, Agus Hariadi, mengatakan bahwa dirinya belum mendengar adanya kegiatan PETI di wilayah Desa tersebut.

    "Maaf pak saya belum dengar kegiatan tersebut (PETI). Coba bapak hubungi Pak Kades," singkatnya.

    Sebagaimana diketahui, aktivitas tambang emas di Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) tersebut sudah berlangsung cukup lama, di mana hasil atau tarif (PAD/Income) yang sudah ditentukan tersebut kabarnya akan digunakan untuk pembangunan masjid di desa tersebut.

    Mengutip media online yang memuat kabar tersebut sebelumnya, menyebutkan bahwa aktivitas tambang tersebut mengatasnamakan masyarakat. Namun pada kenyataannya bahwa cukong-cukong atau pemilik modal lah yang mendominasi berdasarkan daftar keputusan dan penetapan biaya yang telah disepakati, yang ditandatangani oleh Kades Nanga Danau.

    Adapun dalam penekanannya, Ketua pada salah satu lembaga bantuan hukum meminta kepada aparat penegak hukum, untuk segera melakukan tindakan tegas atau proses hukum sesuai undang-undang yang berlaku kepada Kades Nanga Danau dan pihak-pihak yang terlibat dalam kegiatan tersebut. (Noto)

    Tidak ada komentar

    Post Top Ad

    Post Bottom Ad