Recent comments

  • Breaking News

    Membanggakan, Dua Wanita Kapuas Hulu Ikuti Pameran di Jakarta

    Dua orang ibu asal Dusun Kelayam, Desa Manua Sadap, Kecamatan Embaloh Hulu, Kapuas Hulu yang mengikuti pameran di Jakarta.
    JAKARTA, Uncak.com - Dua orang ibu yang berasal dari Dusun Kelayam, Desa Manua Sadap, Kecamatan Embaloh Hulu, Kabupaten Kapuas Hulu, Kalbar ikut serta menjadi bagian dari peserta pameran yang dilaksanakan oleh Museum Tekstil di Jakarta.

    Pameran tersebut dilaksanakan tepat pada Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) 2 Mei 2018 dan akan berlangsung hingga 13 Mei 2018.

    Pameran itu dibuka oleh Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan yang diwakili Asisten Deputi Warisan Budaya Dr. Ir. Pamuji Lestari, MSc.

    Adapun tema yang diusung dalam pameran itu yakni 'KEBANGKITAN WARNA ALAM INDONESIA'.

    Kedua ibu yang terlihat sangat sederhana  itu yakni Ibu Margaretha Bermas atau di kampungnya sering disapa Aya dan Ibu Yuliana Hermina.

    Kehadiran mereka atas fasilitasi dari Warna Alam Indonesia (Warlami) bersama Balai Besar (BB) Taman Nasional Betung Kerihun dan Danau Sentarum (TaNa Bentarum).

    Dimana Desa Manua Sadap merupakan salah satu Desa penyangga yang sangat penting bagi Taman Nasional Betung Kerihun.

    Berbagai kegiatan pemberdayaan telah dilakukan oleh Balai Besar TaNa Bentarum bersama para mitra, salah satu mitranya adalah Warlami yang telah melakukan kegiatan pembinaan pada perajin tenun ikat di Desa Manua Sadap dan Desa Pelaik.

    Ibu Myra Widiono yang merupakan Ketua Warlami menyampaikan bahwa Warlami merupakan perkumpulan perajin, pelaku kriya tekstil, akademisi, dan pemerhati yang memiliki panggilan untuk mencapai kemandirian  menuju swasembada sandang.

    Misinya adalah untuk menjaga kelestarian budaya dan tradisi luhur nenek moyang dalam penggunaan warna alam untuk wastra/kain tradsional secara lestari dan meningkatkan/memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat perajin wastra tersebut.

    Salah satu kegiatan Warlami adalah membina dan memberikan pelatihan mengenai penggunaan pewarna alam kepada para artisan wastra yang tersebar di berbagai kawasan nusantara.

    Nenek moyang kita sudah mengenal sekurangnya 75 jenis tumbuhan yang dapat dijadikan sebagai sumber pewarna alami yang digunakan untuk pewarna tekstil.

    Salah satu tanaman penting dalam dunia pewarnaan wastra tradisional Indonesia adalah Nila/Tarum/Rengat (Indigofera tinctoria L., Indigofera arecta, Indigofera marsdenia L.) yang menghasilkan warna biru.

    Begitu pentingnya tanaman Tarum itu sehingga Belanda pada tahun 1830-1850 memberlakukan tanam paksa (cultuur stelsel) untuk tumbuhan Tarum.

    Dengan diberlakukan tanam paksa tersebut menjadikan Hindia Belanda sebagai pengekspor indigo terbesar di dunia.

    Berbagai tempat di Nusantara memiliki wastra yang sangat kaya dan beragam corak dan warna serta memiliki cara atau teknik tersendiri dalam pembuatannya.

    Warna, motif dan corak yang diterapkan sangat unik, bukan sekedar mempercantik penampilan kain belaka, tetapi memiliki makna filosofis yang sangat dalam.

    Hal itulah yang juga menjadikannya sebagai kekuatan dari wastra nusantata. Warna-warna yang memiliki kedalaman dan aura magis itu berasal dari berbagai bahan yang terdapat di sekitar lingkungan suatu masyarakat menetap, antara lain dari tumbuh-tumbuhan.

    Salah satu teknik pewarnaan alami yang merupakan warisan nenek moyang suku Iban adalah proses Nakar. Nakar  adalah proses perminyakan benang menggunakan bahan yang berasal dari alam, bukan menggunakan bahan kimia.

    Cara ini membuat benang makin terlihat warnanya. Nakar ini sudah makin langka dilakukan oleh masyarakat perajin. Hal ini juga yang menginspirasi Balai Besar TaNa Bentarum bersama masyarakat Desa Manua Sadap membangun kebun etnobotani yang salah satunya manfaatnya sebagai wahana untuk koleksi tanaman-tanaman pewarna alami sehingga masyarakat kembali menggunakan tradisi nenek moyang dalam proses pewarnaannya.

    Dalam festival itu juga menampilkan wastra dari negeri tetangga Malaysia yang dibawa oleh Asean Handicraft Promotion & Development Association (AHPADA).

    Presiden AHPADA Edric Ong yang beradal dari Kuching Serawak Malaysia menyampaikan bahwa banyak kesamaan teknik pewarnaan alami yang digunakan oleh perajin Malaysia dengan Perajin Indonesia. Dimana setiap tahun AHPADA mengadakan pameran tingkat ASEAN yang dilaksanakan secara bergiliran di masing-masing negara anggota yang peserta pamerannya dari 32 negara di seluruh dunia yang memiliki tradisi tenun. Tahun 2019 nanti rencananya akan dilaksanakan di Jakarta.

    Museum Tekstil Jakarta sangat berharap agar dapat menjadi host pada pameran tersebut. [Red] 

    Editor : Noto

    Tidak ada komentar

    Post Top Ad

    kmiklan

    Post Bottom Ad